081-5678-1414-8

Kontak Kami

Menulislah mulai sekarang!

2.8.18

Menikmati CLBK

Istilah CLBK bukan lagi menjadi akronim yang asing bagi kita. Istilah ini lazimnya digunakan untuk menyebut berseminya kembali cinta lama. CLBK sering disebut sebagai kependekan dari Cinta Lama Bersemi Kembali. Ada juga yang menyebut Cinta Lama Belum Kelar.


Ternyata, istilah ini tidak hanya digunakan di jagad percintaan. CLBK juga ada di "kamus bisnis" khususnya bisnis online. Di dunia bisnis online memang dikenal banyak istilah, seperti COD (Cash On Delivery), PHP (Pemberi Harapan Palsu), BT (barter/tukar tambah), dan juga CLBK.

CLBK (Chat Lama Beli Kagak)
Istilah ini sering digunakan untuk menyebut para pembeli atau para konsumen yang banyak melakukan chat, tapi ujung-ujungnya tidak membeli produk. Saat melakukan chat, tampak serius. Namun, setelah ditunggu-tunggu akhirnya tidak segera deal atau bahkan kabur.


Fenomena ini hampir sama dengan istilah "Hit & Run". Bedanya, hit & run biasanya si konsumen sudah memesan, tapi tidak kunjung bayar. Sedangkan CLBK justru sekadar tanya-tanya saja tanpa ada eksekusi nyata.

Meski tidak melakukan bisnis online berupa jual beli barang, tapi saya juga turut merasakan CLBK ini. Di setiap even pelatihan atau workshop yang saya gelar, selalu ada saja rekan yang menanyakan even tersebut saat kuota sudah penuh. Bahkan ada yang merengek minta dimasukkan peserta padahal kuota sudah penuh, he he.

Padahal di setiap even, saya selalu share infonya jauh hari. Artinya, ada waktu cukup panjang untuk tentukan pilihan. Alhamdulillah, setiap even pelatihan atau workshop menulis yang saya gelar selalu dibanjiri peserta. Saya pun menyediakan web khusus info jadwal pelatihan di link jadwal.sangpengajar.com.

Semoga setelah ini tak ada lagi CLBK di antara kita. Salam literasi!

22.6.18

Murah Boleh, Salah Jangan

Kini penerbit buku menjamur di mana-mana. Perang harga pun terjadi. Ada yang bertahan dengan biaya standar. Ada juga yang menentukan biaya produksi yang sangat murah untuk meraih simpatik pasar. Salahkah langkah ini?
Sumber: freepik.com

Biaya murah biasanya identik dengan dua hal. Pertama, kualitas yang jauh dari standar. Biasanya barang dijual murah karena kualitasnya memang tidak sebanding dengan yang lebih mahal. Kedua, biaya murah karena sedang masa promo. Alasan kedua ini sering dipakai untuk mendapatkan pasar. Biasanya dilakukan oleh mereka yang sedang "down" atau mereka yang baru mulai usaha.

Menurut saya, biaya murah itu tak masalah asalkan memenuhi dua syarat: kualitas tetap dijaga dan hanya berlaku masa promo. Mengapa saya mempersyaratkan dua hal ini?

Pertama, kualitas tetap harus dijaga. Jangan sampai terjadi kesalahan fatal di buku yang diterbitkan. Misalnya salah ejaan di penulisan judul dan nama penulis. Tak jarang terjadi nama penulis tertera salah. Terutama pada penulisan gelar.

Misalnya:
Siti Aminah, S.Si.M.Pd. (salah)
Siti Aminah, S.Si,M.Pd. (salah)
Siti Aminah, S.Si.,M.Pd. (benar)


Kesalahan judul misalnya:
Guru Jaman Now

Seharusnya:
Guru Zaman Now


Ingat, judul dan nama penulis ini tertera di cover. Ini yang bakal dilihat pertama kali oleh pembaca. Biaya murah boleh, tapi editing tetap harus jeli dilakukan. Biaya edit inilah yang biasanya cukup besar dan diabaikan hanya sekadar raih simpati atau cari pasaran.

Kedua, biaya murah hanya di masa promo. Di luar masa promo terapkan harga normal. Jangan sampai merusak pasar dengan tetapkan harga jauh di bawah yang lainnya. Dengan demikian para penerbit bisa berkompetisi secara sehat.

Demikian sekadar opini tentang maraknya penerbitan saat ini. Jika ada koreksi silakan tuliskan di kolom komentar. 

Semoga bermanfaat.

13.6.18

Upah dan Keringnya Keringat

Tiba-tiba ingatan ini dibawa ke cerita seorang sahabat dua hari lalu. Dia menceritakan nasib beberapa pekerja yang upahnya harus diputihkan alias tidak diberikan. Parahnya, pemutihan upah ini bukan karena tidak adanya uang untuk membayar. Kondisi ini mutlak dipicu oleh lemahnya manajemen sang majikan.

Kisah tragis ini pun mengingatkan saya akan nasihat luhur agama ini. Kita dituntun agar memberikan upah sebelum keringat kering. Artinya, upah pekerja itu diberikan sesegera mungkin begitu kerjaan selesai. Bahkan menunda pemberiannya secara sengaja disebut sebagai bentuk kezaliman.

Ajaran luhur ini tentu saja harus kita jadikan sandaran. Dengan menjalankannya, para pegawai akan bekerja dengan lebih baik karena hak mereka terpenuhi juga dengan baik. Sebaliknya, jika diabaikan, bisa jadi kerja pegawai pun akan asal-asalan. Terlebih jika ini di perusahaan besar di mana pegawai mengetahui arus pusaran uang perusahaan.

Pegawai yang mengetahui keuangan perusahaan akan merasa terzalimi jika hak-haknya diabaikan. Mereka pun akan merasa kurang nyaman dalam bekerja. Hasilnya, produktivitas pun menjadi taruhannya.

Oleh karena itu, apa pun posisi kita, berikan yang terbaik. Jika kita seorang pegawai, bekerjalah dengan sebaik-baiknya. Ingatkan jika hak kita terabaikan. 

Jika kita adalah seorang atasan, layani bawahan dengan baik. Pemimpin yang baik adalah pelayan orang-orang yang dipimpinnya. Tunaikan hak mereka secara layak dan tepat waktu. Jangan mempersulit dalam pemberian hak mereka.

Dengan sinergi kedua pihak,  produktivitas kerja akan tercapai. Buktikan!

4.6.18

Mengurai Alasan SIT Banyak Diburu

Sekolah Islam Terpadu (SIT) kini marak berdiri di berbagai tempat. SIT menjadi sekolah unggulan di mana pun didirikan. Meski saat baru berdiri bisa jadi minim siswa, tapi umumnya SIT memanen kerja keras mereka setelah beberapa tahun.

Fenomena SIT menjadi sekolah unggulan salah satunya saya lihat di SDIT Nurul Huda Pracimantoro Wonogiri. Sekolah yang berdiri 12 tahun silam ini kini dibanjiri siswa. Masih kuat di ingatan saya bagaimana beratnya perjuangan para pendiri sekolah ini.

Hari ini saya mendapatkan kesempatan memberikan sambutan di acara akhirussanah SDIT Nurul Huda Pracimantoro. Kegiatan ini merupakan rutinitas SDIT saat melepas siswanya yang telah lulus. Saya hadir mewakili ketua yayasan yang berhalangan hadir.

Sebenarnya malu ketika harus berbicara di hadapan para guru dan pendirinya. Bukan karena tidak bisa berbicara, tapi minimnya peran yang saya berikan selama ini menjadi alasannya. Saya malu dengan kesungguhan dan kerja keras mereka. Namun, tugas ini tetap harus laksanakan dengan baik.

Saat memberikan sambutan, saya pun mengapresiasi kerja yayasan cabang dan sekolah. Di tangan merekalah sekolah ini bisa maju seperti saat ini. Saya pun tak lupa mengingatkan kepada orang tua/wali siswa agar melanjutkan pendidikan anaknya di sekolah yang berkualitas. Sekolah yang dapat menindaklanjuti pendidikan anak-anaknya selama ini.

Kembali ke tema, SIT selalu diburu di mana-mana. Seberapa pun biaya yang harus dikeluarkan, orang tua siap berkontribusi. Fenomena ini menunjukkan masyarakat telah memahami bahwa pendidikan Islam adalah solusi. Islam diturunkan menjadi sistem hidup atau minhajul hayah bagi kita.

Saya yakin diburunya SIT di mana pun bukan fenomena sesaat. SIT insyaallah akan terus berjaya di mana pun dan kapan pun. Kuncinya adalah pengelola SIT mampu menunjukkan profesionalisme dan prestasi gemilang.

Bravo SIT! Barakallah.

24.5.18

Siapkan, Kerjakan, Lupakan!

Hari ini hari keempat penilaian akhir tahun (PAT). Seperti biasanya, mata pelajaran IPA diujikan di hari keempat. IPA dijadwalkan jam pertama, sedangkan jam kedua diujikan mata pelajaran Prakarya.

Saya sempat penasaran seperti apa soal IPA yang diujikan hari ini. Hingga akhirnya salah satu rekan guru IPA menyodorkan soal beserta kunci jawaban untuk dicek. "Hemm...seperti ini soalnya," begitu yang ada di benak saya.
Soal yang diujikan saya lihat masih standar. Artinya, tingkat kesulitan masih terdistribusi normal. Ada yang sulit, sedang, dan mudah. Namun, harus saya akui ada soal yang belum saya temukan sebelumnya. Soal ini unik. Biasanya jenis bunyi ditandai dari frekuensinya, tapi di soal ini yang diketahui periodenya. Siswa dituntut memahami hubungan antara periode dan frekuensi.

Hubungan antara kedua besaran ini berulang kali saya sampaikan saat pembelajaran. Sering saya sedikit bercanda ke para siswa, "Besok kalau ditanya hubungannya, jangan jawab hubungannya baik-baik saja ya!"

Soal-soal yang dirasa sulit berasal dari bab keempat dan kelima. Kedua bab itu adalah mengenai getaran, gelombang, bunyi, dan cahaya serta alat optik. Memang kedua bab ini lebih rumit dari yang lainnya. Para siswa pun masih membahas soal-soal yang dirasa sulit itu di grup kelas.

Sebenarnya tes atau ujian itu sederhana. "Persiapkan, kerjakan, lupakan!" begitu saya menanggapi obrolan mereka. Jawaban yang dinilai membingungkan, sehingga saya tergerak untuk menuliskannya.

Persiapkan, artinya sebelum ujian atau tes hendaknya siswa mempersiapkan dengan maksimal. Pahami konsep yang sudah dipelajari, maka soal seperti apa pun tak akan dirasa sulit. Permasalahan yang sering muncul adalah siswa tidak mempersiapkan dengan baik. Waktu belajar malah digunakan untuk chating atau pun bermain smartphone tanpa arti.

Kerjakan, artinya saat ujian atau tes hadapi dan kerjakan dengan sungguh-sungguh. Gunakan tiap detik yang diberikan untuk mengerjakan soal. Jangan sisakan waktu, terlebih jika soalnya dirasa sulit. Jangan sampai merasa semua sudah benar, tanpa mau meneliti lagi.

Lupakan, artinya jika sudah selesai mengerjakan soal beralihlah ke persiapan pekerjaan lainnya. Itu lebih bermakna daripada menangisi kegagalan yang sudah dilakukan.

"Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)" (Al Insyirah:7)

Jadi, persiapkan, kerjakan, dan lupakan! Songsong kesuksesan selanjutnya!

15.5.18

Sebait Pesan untuk Kalian

Lazimnya setiap pertemuan selalu diiringi dengan perpisahan. Begitu juga pertemuan guru dan siswa dalam pembelajaran. Perpisahan menjadi momen yang tidak dapat dihindari, baik itu berpisah karena sudah lulus, naik kelas, pindah sekolah, dan alasan lainnya.




Dua hari ini ternyata menjadi hari perpisahan bagi saya dengan tiga kelas VIII SMP yang saya ampu. Bukan karena mereka lulus, melainkan karena ini kali terakhir pembelajaran di kelas VIII. Pekan depan mereka bakal menghadapi penilaian akhir tahun (PAT), istilah baru untuk ulangan kenaikan kelas.

Bersama mereka selama satu tahun, tentu menyisakan banyak pengalaman berharga. Harus saya akui, mereka ini luar biasa. Berbagai tugas yang saya berikan dibabat habis, mulai dari tugas membuat model, membuat poster, membuat video kreatif, hingga menulis di blog.

Mereka juga mampu mewujudkan impian saya. Virus literasi yang saya sebarkan mereka sambut dengan baik. Gerakan satu siswa satu blog pun berhasil di tahun ini. Setiap siswa kini memiliki satu blog dengan subdomain sukanulis.net. Domain ini saya sewa untuk menyukseskan impian saya di bidang literasi ini.

Di akhir pertemuan ini, izinkan gurumu ini berpesan kepada kalian!

Pertama, tantangan kalian ke depan akan lebih berat dari kakak kelas kalian saat ini. Ujian nasional tiap tahun dirasa lebih berat. Maka, siapkan sejak sekarang. Tunjukkan kita telah belajar bersama dengan baik selama ini. Tunjukkan dengan prestasi gemilang tentunya.

Kedua, jaga semangat kebersamaan. Hilangkan sekat di antara kalian. Kalian adalah satu, masuk bersama, luluslah bersama! Jangan biarkan ada dendam, benci, iri, hasut di dalam hati kalian. Biarkan perbedaan menjadikan persahabatan kalian menjadi indah. Bersainglah secara sehat. Jangan saling menjatuhkan!

Ketiga, tentukan mimpi sejak saat ini. Mau jadi apa kalian nanti, mestinya sudah kalian tentukan saat ini. Lalu, buatlah jembatan yang menghubungkan kondisi saat ini dengan mimpi kalian nanti. Jembatan itulah wujud nyata usaha kalian.

Keempat, jadilah orang yang mewarnai negeri ini, bukan orang yang terwarnai berbagai pengaruh buruk. Jadilah generasi emas yang menorehkan prestasi gemilang, bukan generasi yang menjadi beban bangsa ini.

Terakhir, jaga iman dan pergaulan. Itulah yang menentukan kualitas kepribadian kalian. Pastikan juga kalian selalu menjadi orang yang bermanfaat bagi sesama.

Salam dari gurumu yang membanggakan kalian semua,

Agus Dwianto

5.5.18

Catatan Guru di Akhir Semester

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Semester ini sudah berada di ujungnya. Artinya, sebentar lagi penilaian akhir tahun bakal digelar.

Obrolan dengan beberapa rekan guru siang tadi mengerucutkan satu kondisi yang sama-sama kami rasakan. Waktu pembelajaran bagi siswa tinggal beberapa pekan saja. Akhir bulan ini akan dilangsungkan penilaian akhir tahun. Kondisi ini menjadikan kami merasa berat ketika harus menyelesaikan "beban mengajar" di kelas.

Di saat seperti ini, tidak ada solusi yang dapat diambil kecuali mengajar dengan lebih cepat dari biasanya. Siswa biasanya akan kuwalahan dengan cara ini. Sebenarnya kondisi ini sebenarnya tidak perlu terjadi. Mengapa demikian?

Guru di awal tahun pelajaran telah menyusun perencanaan pembelajaran. Jumlah pekan efektif sudah diperhitungkan. Setiap guru sudah memetakan pembelajaran lengkap dengan alokasi waktunya. Seharusnya semua materi dapat diajarkan tepat waktu.

Namun, tidak semua siswa dapat mengikuti perencanaan guru. Sering kali guru disebut terlalu cepat mengajarnya jika "mengejar target" materi. Belum lagi berbagai agenda sekolah yang sering menyita waktu pembelajaran.

Kunci dari semua ini adalah kedisiplinan guru dan stakeholder sekolah terhadap kalender akademis dan rencana pembelajaran. Jika keduanya dipegang teguh, maka tak ada lagi guru yang merasa kehabisan waktu mengajar.
Cobalah!

23.4.18

Belajar Motivasi dari Guru Wiyata Bakti


"Ngapunten, Pak. Saya masih WB. Bisa ikut gak?" sebuah pesan saya terima melalui aplikasi Whatsapp. Seorang ibu guru bertanya mengenai pelatihan menulis yang bakal saya gelar. Ibu guru ini mengatakan kalau sudah mendaftar, tapi harus menunggu insentif atau honornya turun untuk pembayarannya. Pesan ini seakan mengetuk keras pintu hati saya.



Saya pun memberi motivasi kepadanya bahwa yang penting konfirmasi bisa hadir dulu, pembayaran bisa dilakukan di lokasi pelatihan. Kebijakan ini memang hanya saya berikan secara khusus, mengingat kondisi menuntut demikian. Ibu guru itu pun dengan senang hati menjawab bakal hadir di pelatihan.


Tepat sembilan hari sesudahnya, ibu guru tersebut menghubungi lagi. Ibu guru itu menanyakan apakah ada guru WB (Wiyata Bakti/honorer) selain dirinya yang mendaftar pelatihan. Saya pun menjawab sekaligus memotivasinya, "Bu, tidak perlu membedakan honorer atau bukan. Monggo tetap berangkat, kita belajar bersama-sama."

"Nggih, Pak. Terima kasih atas motivasinya. Bismillah, demi ilmu yang bermanfaat," pungkasnya.

Dialog dengan ibu guru tadi seakan menampar saya. Mungkin juga kita semua. Status guru sering kali menjadi alasan untuk aktif atau tidak aktif dalam kegiatan pengembangan diri. Kita sering beralasan tidak bisa aktif karena status belum pegawai negeri. Tentu saja cerita tersebut menjadi jawaban, status tidak menjadi halangan untuk aktif dan berkarya.

Kisah ini harusnya juga mendobrak hati nurani para guru yang secara status "lebih mapan". Tak ada kendala yang berarti untuk berkarya bagi guru yang statusnya PNS, apalagi guru sertifikasi. Saatnya setiap guru "keluar dari zona nyaman" dan manfaatkan setiap rezekinya untuk mengembangkan profesionalismenya.

Salam literasi!





16.4.18

Dakwah Bil Koran, Strategi Jitu Sebarkan Kebaikan

Kegiatan pelatihan penulisan artikel di media massa baru saja berakhir. Meski sedikit lelah, tapi semua jadi hilang begitu diniatkan lillah. Itulah yang saya rasakan. Saya justru gembira dan bangga bisa menebar manfaat dengan menggelar pelatihan ini. Keberhasilan kegiatan pelatihan perdana SangPengajar.com ini menjadi motivasi bagi saya untuk terus meneba kebaikan dengan kegiatan serupa.



Di akhir kegiatan ini, saya mendapatkan  dua buah buku. Kedua buku itu adalah hadiah dari narasumber pelatihan. Salah satu buku akan saya review sedikit atau tepatnya saya cuplik isinya. Kebetulan saya baru membaca sekilas dan belum menyelesaikannya. Tulisan ini sekaligus menjawab tantangan Bu Wulandari Arum, salah satu guru penulis dan pegiat literasi di Wonogiri. Tantangan yang diberikan adalah mengunggah cover buku selama tujuh hari, baik dengan review atau pun tidak.

Entah siapa yang memulai gerakan unggah cover buku ini. Menurut saya itu tidak penting. Esensinya adalah agar tiap guru rajin membaca dan memotivasi lainnya. Ini yang jauh lebih penting menurut saya. Era digital saat ini menuntut guru lebih banyak belajar dengan cepat, jija tak mau ketinggalan dari siswanya.

Buku yang saya buka pertama -karena masih disegel- adalah buku Dakwah bil Koran karya Nur Rakhmat. Saya dan Pak Nur pernah berada dalam satu kelas pelatihan menulis di Solo. Saat itu kami menjadi peserta Pelatihan Sagusabu MediaGuru.

Buku Dakwah bil Koran ini memuat kumpulan artikel Pak Nur yang diterbitkan di media massa. Artikel penulis sepanjang 2017 ada di buku ini. Tentu saja ini menjadi "santapan renyah", khususnya bagi saya yang selama ini belum pernah lolos artikelnya di media massa.

Artikel yang ditulis tentu saja seputar dunia pendidikan. Artikel ditulis dengan bahasa yang ringan, sehingga mudah dicerna. Penulis juga cerdas dalam memilih judul.  Kombinasi keunggulan ini menjadikan buku ini layak dimiliki oleh setiap guru.

Baru melihat cover dan sinopsis serta kata pengantar buku ini saja, saya merasa tertinggal jauh. Ada dunia yang belum saya sentuh. Ada sisi yang belum saya tekuni. Dunia itu adalah dunia menulis di media massa. Sisi itu adalah menebar seruan kebaikan (baca: dakwah) melalui tulisan. Tentu saja saya jadi merasa malu dengan si penulis buku ini.

Tulisan sarat dengan dakwah dituliskan dengan bahasa populer di buku ini. Tentu saja tujuaannya agar seruan itu lebih mudah diterima masyarakat. Saya pun jadi teringat dengan kewajiban yang Allah tegaskan di Surat An Nahl ayat 125. Sebuah perintah agar kita menyeru sesama ke jalan kebenaran dengan hikmah dan nasihat yang baik, serta membantah dengan santun.

Tampaknya pertemuan saya dengan Pak Nur Rakhmat adalah benar-benar desain dari Sang Pencipta agar saya semakin ingat dengan tugas sebagai hamba. Terima kasih, Pak Nur Rakhmat. Izinkan saya belajar dari jenengan!

9.4.18

Inilah Cara Mudah Atasi Mobile Banking Bermasalah

Kemajuan teknologi semakin memanjakan para penggunanya. Semua kemudahan bisa diperoleh langsung dari tangan kita. Salah satu kemudahan itu adalah dalam dunia perbankan.
Inilah Cara Mudah Atasi Mobile Banking Bermasalah

Jika dulu kita harus pergi ke bank untuk mentransfer uang, kini kita cukup duduk manis di rumah saja bisa melakukannya. Transfer uang bisa dilakukan dari handphone kita. Selain itu, berbagai transaksi lainnya juga bisa dilakukan, misalnya cek saldo, bayar tagihan listrik dan telepon, maupun pembelian berbagai produk.

Aplikasi mobile banking saat ini sudah tersedia untuk mendukung semua kebutuhan kita. Namun, kadang ada kendala yang muncul. Salah satunya adalah yang saya alami pagi ini.

Begitu membuka aplikasi mobile banking, saya mendapati intruksi verifikasi nomor HP. Saya diminta memasukkan nomor yang tertera di kartu ATM dan juga tanggal lahir. Saya pun memasukkan nomor yang diminta.

Beberapa saat kemudian ada SMS masuk berisi nomor verifikasi. Setahu saya, jika ada nomor verifikasi yang dikirim, harusnya ada fitur untuk memasukkan nomor itu di aplikasi dan mengirimnya. Namun, saya tidak mendapatinya.

Saya pun bingung, kode ini harus diapakan? Harus dikirim via apa? Merasa tak menemukan solusi, saya pun meluncur ke bank untuk bertanya ke customer service (CS).

Sesampainya di bank, saya duduk sesaat untuk antri. Setelah tiba giliran saya, saya pun sampaikan keluhan yang saya rasakan. Si mbak CS tampak sedikit bingung. Dengan gaya mengulur-ulur waktu, tampak dia sedang membaca panduan mengenai aplikasi mobile banking.

Hingga akhirnya saya temukan sendiri masalahnya. "Apa karena tidak ada pulsa regulernya ya, Mbak?" tanya saya. Saya pun inisiatif mengisi pulsa reguler nomor yang saya daftarkan untuk mobile banking.

Singkat cerita, masalah bisa tertangani. Begitu kode verifikasi dikirim via SMA, aplikasi bisa mendeteksi secara otomatis kode itu. Aplikasi pun bisa digunakan lagi.

Hikmahnya adalah tiap masalah ada  solusinya, jangan pernah ragu selesaikan masalah kita. Kadang masalah yang terlihat berat hanya butuh solusi sederhana. Itu hikmah selanjutnya.

Salam SangPengajar!

15.3.18

Siapkah Gurumu Berkompetisi?

Berbagai ajang kompetisi guru tahun 2018 mulai digelar. Saat ini Kemdikbud RI melalui Kesharlindung telah membuka kesempatan kepada para guru untuk berkompetisi. Olimpiade Guru Nasional (OGN) menjadi ajang pertama yang digelar.  Biasanya tiap tahun digelar juga lomba guru berprestasi, seminar nasional, diseminasi literasi, lomba inovasi pembelajaran (Inobel), dan berbagai ajang lainnya.

Siapkah Gurumu Berkompetisi?

Keikutsertaan para guru di berbagai ajang ini bisa disebut cukup besar. Indikatornya adalah adanya ribuan guru yang mendaftar tiap kegiatan. Antusias yang besar ini tentu saja patut dibanggakan. Meski sering ditemukan keikutsertaan guru belum tersebar secara merata. Tak heran jika ada komentar "itu-itu saja pesertanya" kadang kita dengarkan.

Sebenarnya Kemdikbud telah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi setiap guru yang memenuhi syarat untuk berkompetisi. Namun, pengalaman saya di komunitas guru, tidak semua guru siap bertanding. Tidak semua guru sanggup berkompetisi.

Jika ada kesempatan lomba, banyak guru yang cenderung tidak mengikutinya. Alasannya pun beragam. Mulai alasan usia, hampir pensiun, repot, tidak siap, hingga tanpa alasan sekali pun.

Lantas, apakah ketidaksiapan berkompetisi ini salah?
Sebenarnya tidak sulit untuk menjawabnya. Para guru saat ini bertugas di zaman yang berbeda dengan zamannya dulu. Sering saya sebut, guru saat ini lahir di abad ke-20 tapi harus mendidik siswa abad ke-21. Karakteristik dan tantangan mereka tentu berbeda.
Para siswa saat ini memiliki tantangan yang jauh lebih berat ke depannya. 

Tantangan abad ke-21 terbuka lebar. Mereka tidak hanya bakal bersaing dengan temannya sendiri satu daerah atau satu negara. Pesaing mereka adalah tenaga kerja dari luar negeri. Tentu saja budaya kompetisi perlu kita latihkan sejak dini kepada para siswa.

Ironis tentu jika siswa dituntut berkompetisi, namun gurunya tak siap berkompetisi. Berbagai lomba dan ajang bergengsi yang digelar Kemdikbud RI bisa menjadi ukuran kesiapan para guru dalam berkompetisi. Para guru bisa mengikuti ajang yang disukai dan sesuai dengan kemampuannya.

Kesiapan guru dalam berkompetisi perlu diwujudkan dengan aksi nyata. Siswa tak butuh retorika kita. Mereka juga butuh keteladanan. Maka, mari ambil tiap kesempatan yang ada. Siapkah para guru berkompetisi?

Bravo guru Indonesia,

Salam SangPengajar!

23.1.18

Gara-gara Novelis

Hujan siang ini tak menyurutkan langkah kami untuk tetap melaksanakan ekstra KIR. Kami? Ya, benar! Saya, bu Zulaiha, dan 18 siswa peserta ekstra KIR tetap antusias melanjutkan ekstrakurikuler meski hujan mengguyur bumi siang ini.


"Harus ada yang beda untuk ekstra kali ini," demikian yang saya pikirkan saat akan memulai kegiatan. Saya pun mengajak para siswa menata tempat duduk. Lima meja dan lima kursi kami tempatkan di paling depan sebagai tempat presenter. Presenter? 

Benar, saya dan bu Zulaiha sepakat agenda hari ini adalah presentasi tiap kelompok penelitian. Kami bersama para siswa menyepakati melakukan penelitian sederhana di sekolah. Para siswa dibagi ke dalam empat kelompok untuk membuat instrumen dan mengambil data.

Dua pekan ini para siswa telah mengambil data. Responden terdiri atas siswa, guru, dan karyawan. Presentasi siang ini membuka mata kami. "Beginilah penelitian itu, akan banyak tantangan di lapangan yang kita hadapi," begitu saya sampaikan ke para siswa.

Para siswa tampak sangat antusias mengadakan penelitian dan mempresentasikannya siang ini. Mereka bergerak laksana ilmuwan, mengumpulkan data dan mendokumentasikan tiap kegiatan. Kamera DLSR merek terkemuka pun tampak mereka bawa di setiap pengambilan data dan juga sesi presentasi siang ini.

Tiba saat kelompok terakhir yang melakukan presentasi. Juru bicara kelompok ini menggunakan bahasa laksana cerita pendek atau novel. Kami pun seakan terbawa paparannya. Sesekali kami tertawa karena kagum dengan keterampilan berbahasanya. Presentasi Auliya, siswi yang menjadi juru bicara kelompok terakhir, seakan membius kami.

"Kalian benar-benar luar biasa, melebihi harapan kami ya, Pak Agus?" demikian kalimat motivasi dari bu Zulaiha menutup pertemuan ini. Apresiasi kami berikan karena semua kelompok memang luar biasa. Mereka sudah berjuang keras melakukan penelitian ini.

Satu yang saya rencanakan dari awal adalah berfoto bersama di akhir kegiatan. Namun, tampaknya kami terlena dengan presentasi Auliya yang laksana novelis. Kami pun pulang menembus hujan dengan hati gembira sore ini.

8.1.18

Celoteh Si Bungsu

Malam ini gelap menerpa rumah mungil ini. Listrik padam sejak siang tadi. Gerimis yang datang semakin menambah semangat untuk istirahat lebih awal malam ini. Namun, celoteh si bungsu membuat saya harus mengetik tulisan ini di layar HP yang saya miliki.

Sepulang dari shalat Isya, saya temui Salma, anak ketiga saya, sedang tidur sendirian sambil terisak-isak. Saya pun tanya, mengapa dia menangis. Ternyata baru saja dia ribut dengan adiknya, Wafa si bungsu (insyaallah).

Saya pun menanyakan apa yang baru saja terjadi pada istri yang sedang menemani si bungsu tidur. Kata istri saya, si bungsu dan kakaknya berebut umminya. Mereka ingin ditemani umminya menjelang tidur malam ini. Namun, mereka memilih kamar yang berbeda. Artinya, umminya harus memutuskan menemani salah satu dari keduanya karena tidak mungkin membagi badannya menjadi dua.

"Apa abi  biar cari ummi satu lagi biar gak rebutan?" tanyanya pada si bungsu. "Aku pilih ummi yang lawas saja," sahut si bungsu. "What?" pikir saya. Entah kenapa tiba-tiba umminya anak-anak berkelakar seperti itu. Semoga bukan karena dua judul buku dari penulis yang sempat kami sunting baru saja.
Punya tulisan yang ingin dimuat di web ini?. Hubungi kami di link ini:- http://bit.ly/SangPengajar
Mau langganan informasi?