081-5678-1414-8

Kontak Kami

Menulislah mulai sekarang!

22.6.18

Murah Boleh, Salah Jangan

Kini penerbit buku menjamur di mana-mana. Perang harga pun terjadi. Ada yang bertahan dengan biaya standar. Ada juga yang menentukan biaya produksi yang sangat murah untuk meraih simpatik pasar. Salahkah langkah ini?
Sumber: freepik.com

Biaya murah biasanya identik dengan dua hal. Pertama, kualitas yang jauh dari standar. Biasanya barang dijual murah karena kualitasnya memang tidak sebanding dengan yang lebih mahal. Kedua, biaya murah karena sedang masa promo. Alasan kedua ini sering dipakai untuk mendapatkan pasar. Biasanya dilakukan oleh mereka yang sedang "down" atau mereka yang baru mulai usaha.

Menurut saya, biaya murah itu tak masalah asalkan memenuhi dua syarat: kualitas tetap dijaga dan hanya berlaku masa promo. Mengapa saya mempersyaratkan dua hal ini?

Pertama, kualitas tetap harus dijaga. Jangan sampai terjadi kesalahan fatal di buku yang diterbitkan. Misalnya salah ejaan di penulisan judul dan nama penulis. Tak jarang terjadi nama penulis tertera salah. Terutama pada penulisan gelar.

Misalnya:
Siti Aminah, S.Si.M.Pd. (salah)
Siti Aminah, S.Si,M.Pd. (salah)
Siti Aminah, S.Si.,M.Pd. (benar)


Kesalahan judul misalnya:
Guru Jaman Now

Seharusnya:
Guru Zaman Now


Ingat, judul dan nama penulis ini tertera di cover. Ini yang bakal dilihat pertama kali oleh pembaca. Biaya murah boleh, tapi editing tetap harus jeli dilakukan. Biaya edit inilah yang biasanya cukup besar dan diabaikan hanya sekadar raih simpati atau cari pasaran.

Kedua, biaya murah hanya di masa promo. Di luar masa promo terapkan harga normal. Jangan sampai merusak pasar dengan tetapkan harga jauh di bawah yang lainnya. Dengan demikian para penerbit bisa berkompetisi secara sehat.

Demikian sekadar opini tentang maraknya penerbitan saat ini. Jika ada koreksi silakan tuliskan di kolom komentar. 

Semoga bermanfaat.

13.6.18

Upah dan Keringnya Keringat

Tiba-tiba ingatan ini dibawa ke cerita seorang sahabat dua hari lalu. Dia menceritakan nasib beberapa pekerja yang upahnya harus diputihkan alias tidak diberikan. Parahnya, pemutihan upah ini bukan karena tidak adanya uang untuk membayar. Kondisi ini mutlak dipicu oleh lemahnya manajemen sang majikan.

Kisah tragis ini pun mengingatkan saya akan nasihat luhur agama ini. Kita dituntun agar memberikan upah sebelum keringat kering. Artinya, upah pekerja itu diberikan sesegera mungkin begitu kerjaan selesai. Bahkan menunda pemberiannya secara sengaja disebut sebagai bentuk kezaliman.

Ajaran luhur ini tentu saja harus kita jadikan sandaran. Dengan menjalankannya, para pegawai akan bekerja dengan lebih baik karena hak mereka terpenuhi juga dengan baik. Sebaliknya, jika diabaikan, bisa jadi kerja pegawai pun akan asal-asalan. Terlebih jika ini di perusahaan besar di mana pegawai mengetahui arus pusaran uang perusahaan.

Pegawai yang mengetahui keuangan perusahaan akan merasa terzalimi jika hak-haknya diabaikan. Mereka pun akan merasa kurang nyaman dalam bekerja. Hasilnya, produktivitas pun menjadi taruhannya.

Oleh karena itu, apa pun posisi kita, berikan yang terbaik. Jika kita seorang pegawai, bekerjalah dengan sebaik-baiknya. Ingatkan jika hak kita terabaikan. 

Jika kita adalah seorang atasan, layani bawahan dengan baik. Pemimpin yang baik adalah pelayan orang-orang yang dipimpinnya. Tunaikan hak mereka secara layak dan tepat waktu. Jangan mempersulit dalam pemberian hak mereka.

Dengan sinergi kedua pihak,  produktivitas kerja akan tercapai. Buktikan!

4.6.18

Mengurai Alasan SIT Banyak Diburu

Sekolah Islam Terpadu (SIT) kini marak berdiri di berbagai tempat. SIT menjadi sekolah unggulan di mana pun didirikan. Meski saat baru berdiri bisa jadi minim siswa, tapi umumnya SIT memanen kerja keras mereka setelah beberapa tahun.

Fenomena SIT menjadi sekolah unggulan salah satunya saya lihat di SDIT Nurul Huda Pracimantoro Wonogiri. Sekolah yang berdiri 12 tahun silam ini kini dibanjiri siswa. Masih kuat di ingatan saya bagaimana beratnya perjuangan para pendiri sekolah ini.

Hari ini saya mendapatkan kesempatan memberikan sambutan di acara akhirussanah SDIT Nurul Huda Pracimantoro. Kegiatan ini merupakan rutinitas SDIT saat melepas siswanya yang telah lulus. Saya hadir mewakili ketua yayasan yang berhalangan hadir.

Sebenarnya malu ketika harus berbicara di hadapan para guru dan pendirinya. Bukan karena tidak bisa berbicara, tapi minimnya peran yang saya berikan selama ini menjadi alasannya. Saya malu dengan kesungguhan dan kerja keras mereka. Namun, tugas ini tetap harus laksanakan dengan baik.

Saat memberikan sambutan, saya pun mengapresiasi kerja yayasan cabang dan sekolah. Di tangan merekalah sekolah ini bisa maju seperti saat ini. Saya pun tak lupa mengingatkan kepada orang tua/wali siswa agar melanjutkan pendidikan anaknya di sekolah yang berkualitas. Sekolah yang dapat menindaklanjuti pendidikan anak-anaknya selama ini.

Kembali ke tema, SIT selalu diburu di mana-mana. Seberapa pun biaya yang harus dikeluarkan, orang tua siap berkontribusi. Fenomena ini menunjukkan masyarakat telah memahami bahwa pendidikan Islam adalah solusi. Islam diturunkan menjadi sistem hidup atau minhajul hayah bagi kita.

Saya yakin diburunya SIT di mana pun bukan fenomena sesaat. SIT insyaallah akan terus berjaya di mana pun dan kapan pun. Kuncinya adalah pengelola SIT mampu menunjukkan profesionalisme dan prestasi gemilang.

Bravo SIT! Barakallah.
Punya tulisan yang ingin dimuat di web ini?. Hubungi kami di link ini:- http://bit.ly/SangPengajar
Mau langganan informasi?