081-5678-1414-8

Kontak Kami

Menulislah mulai sekarang!

Showing posts with label Opini. Show all posts
Showing posts with label Opini. Show all posts

15.3.18

Siapkah Gurumu Berkompetisi?

Berbagai ajang kompetisi guru tahun 2018 mulai digelar. Saat ini Kemdikbud RI melalui Kesharlindung telah membuka kesempatan kepada para guru untuk berkompetisi. Olimpiade Guru Nasional (OGN) menjadi ajang pertama yang digelar.  Biasanya tiap tahun digelar juga lomba guru berprestasi, seminar nasional, diseminasi literasi, lomba inovasi pembelajaran (Inobel), dan berbagai ajang lainnya.

Siapkah Gurumu Berkompetisi?

Keikutsertaan para guru di berbagai ajang ini bisa disebut cukup besar. Indikatornya adalah adanya ribuan guru yang mendaftar tiap kegiatan. Antusias yang besar ini tentu saja patut dibanggakan. Meski sering ditemukan keikutsertaan guru belum tersebar secara merata. Tak heran jika ada komentar "itu-itu saja pesertanya" kadang kita dengarkan.

Sebenarnya Kemdikbud telah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi setiap guru yang memenuhi syarat untuk berkompetisi. Namun, pengalaman saya di komunitas guru, tidak semua guru siap bertanding. Tidak semua guru sanggup berkompetisi.

Jika ada kesempatan lomba, banyak guru yang cenderung tidak mengikutinya. Alasannya pun beragam. Mulai alasan usia, hampir pensiun, repot, tidak siap, hingga tanpa alasan sekali pun.

Lantas, apakah ketidaksiapan berkompetisi ini salah?
Sebenarnya tidak sulit untuk menjawabnya. Para guru saat ini bertugas di zaman yang berbeda dengan zamannya dulu. Sering saya sebut, guru saat ini lahir di abad ke-20 tapi harus mendidik siswa abad ke-21. Karakteristik dan tantangan mereka tentu berbeda.
Para siswa saat ini memiliki tantangan yang jauh lebih berat ke depannya. 

Tantangan abad ke-21 terbuka lebar. Mereka tidak hanya bakal bersaing dengan temannya sendiri satu daerah atau satu negara. Pesaing mereka adalah tenaga kerja dari luar negeri. Tentu saja budaya kompetisi perlu kita latihkan sejak dini kepada para siswa.

Ironis tentu jika siswa dituntut berkompetisi, namun gurunya tak siap berkompetisi. Berbagai lomba dan ajang bergengsi yang digelar Kemdikbud RI bisa menjadi ukuran kesiapan para guru dalam berkompetisi. Para guru bisa mengikuti ajang yang disukai dan sesuai dengan kemampuannya.

Kesiapan guru dalam berkompetisi perlu diwujudkan dengan aksi nyata. Siswa tak butuh retorika kita. Mereka juga butuh keteladanan. Maka, mari ambil tiap kesempatan yang ada. Siapkah para guru berkompetisi?

Bravo guru Indonesia,

Salam SangPengajar!

16.12.17

LGBT, Putusan MK, dan Gempa Bumi Dahsyat

Gempa besar dirasakan masyarakat di Pulau Jawa. Gempa yang terjadi tengah malam ini membuat sejumlah pihak khawatir. Pasalnya, gempa berkuatan 7.3 SR di kedalaman 105 Km ini dirasakan sama seperti gempa Jogja 2006 lalu. BMKG pun merilis lokasi gempa di 43 km barat daya Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

LGBT, Putusan MK, dan Gempa Bumi Dahsyat
Ilustrasi Sidang MK, Doc. Detiknews

Terjadinya gempa tengah malam ini seakan melupakan kita akan adanya berita  besar yang ramai diperbincangkan.  Berita besar itu adalah tentang keputusan MK yang menolak  permohonan mengadili gugatan agar perzinaan serta Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) bisa dipidana. Keputusan MK pun menuai pro dan kontra.

Keputusan MK ini disambut baik para aktivis gay. Pembina Yayasan GAYa NUSANTARA, organisasi gay di Indonesia, Dede Oetomo menyatakan keputusan MK tersebut adalah contoh yang baik bagi lembaga negara. Dikutip dari Detik.com, Dede mengatakan "Ini contoh baik, satu lembaga negara di atas semua golongan, tidak berpihak ke siapa-siapa," kata aktivis gay ini. Meski sebenarnya menurut penulis penolakan MK itu bisa diartikan berpihak kepada kaum gay.

Sikap kontra terhadap keputusan MK justru ditunjukkan oleh para wakil rakyat. Dikutip dari Republika, Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Sodik Mudjahid menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak perluasan delik perzinaan dan LGBT bertentangan dengan Pancasila. Sebab, dalam Pancasila setiap pernikahan harus ada aturan yang jelas karena ingin membina ikatan keluarga yang utuh.

Kekecewaan juga ditunjukkan Fraksi PKS DPR RI. Dilansir dari Inilah.com, Fraksi PKS  kecewa dan menyayangkan Putusan MK yang tidak mengabulkan permohonan uji materi pasal kesusilaan dalam KUHP. Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan materi pemohon berangkat dari realitas nyata perilaku asusila dan amoral yang semakin marak, bahkan mengancam masa depan generasi bangsa yang tidak sesuai dengan karakter Bangsa Indonesia.

Jika mengaitkan antara gempa dan seks bebas, penulis teringat dengan gempa yang mengakibatkan letusan lava serta semburan gas metana dan berakhir dengan terjunnya Kota Sodom bersama penduduknya ke dalam Laut Mati. Gempa ini disebut sebagai azab bagi kaum Sodom yang melakukan praktik homoseksual. Siapakah penduduk Kota Sodom ini? Mereka adalah kaum Nabi Luth yang tinggal di sebuah kota bernama. Dari sinilah praktik homoseksual saat ini kerap disebut sodomi.

Kita tentu saja tidak mengharapkan peristiwa yang sama di negeri ini. Meski sah-sah saja kita menarik benang merah antara LGBT yang merajalela, putusan MK, dan terjadinya gempa bumi dahsyat. Semoga semua ini menjadi pelajaran bagi kita. Regulasi mengenai perzinaan dan LGBT tentu harus diperjelas dalam hukum pidana kita. Sehingga, perilaku terebut tidak semakin merajalela dan meracuni masyarakat. Negeri ini pun dapat dijauhkan dari azab sebagaimana kaum-kaum terdahulu.


Agus Dwianto
Punya tulisan yang ingin dimuat di web ini?. Hubungi kami di link ini:- http://bit.ly/SangPengajar
Mau langganan informasi?